Strategi Bisnis – Pandemi belum berakhir, mari berpikir dan meninjau ulang strategi bisnis. Kita semua menghadapi kondisi ekonomi nasional yang sedang buruk. Pertumbuhan ekonomi kuartal pertama Indonesia 2020 terjun bebas menjadi 2,97%.
Itu baru kuartal pertama yang memukul. Belum lagi kuartal kedua, tentu bisa lebih keras pukulannya. Prediksi pertumbuhan ekonomi pada kuartal kedua memang jauh lebih buruk lagi.
Ya bagaimana lagi, Covid-19 masih berlangsung. Sialnya tidak ada data pasti kapan virus tersebut pergi. Alhasil, tidak ada jawaban pasti sampai kapan covid-19 berhenti memukul segala lini bisnis hingga terpojok dan terpuruk.
Tidak perlu repot analisa data Badan Pusat Statistik (BPS) untuk melihat lini bisnis yang sedang terpuruk. Lihat saja kawan Anda yang sedang bekerja di hotel, pasti ada yang dirumahkan. Kemudian, main ke kawan Anda yang sedang bisnis rental mobil untuk transportasi wisata, kemudian bisnis rental kamera dan kebutuhan pariwisata.
Anda pasti melihat bahwa mobil-mobil yang biasanya keluar dari garasi untuk menjemput wisatawan, kini banyak terparkir di garasi. Kamara-kamera yang biasanya disewakan, kini teronggok tidak berguna.
Bisnis dengan sifat padat karya banyak terpuruk. Mulai dari lini bisnis bioskop, mall, retail, entertainment, property, MICE (meeting, incentive, convention & exhibition), persewaan kantor, dan restoran. Hemmm, terpuruk.
Baca Juga: Usaha saat corona yang menguntungkan
Lini Bisnis yang Sedang Melebarkan Sayap
Keseimbangan selalu hadir. Tidak semua bisnis tenggelam akibat badai Covid-19. Masih banyak yang berlayar meski badai menerjang, bahkan semakin melebarkan layarnya, supaya bisa bergerak lebih cepat.
Bisnis-bisnis yang masih bisa survive di tengah badai masih banyak. Yang survive rata-rata bisnis yang berada di lingkaran digital. Dalam jangka panjang, bisnis yang berada di lingkaran digital dan menjadikan internet sebagai rajanya, bakal tetap bertahan dan pasti booming.
Ambil sampel E-Commerce atau Marketplace. Pasar baru yang bersifat virtual tersebut menjadi subtitusi mall dan pasar tradisional sebagai tempat transaksi jual beli. Enaknya lagi, setiap orang bisa membuka lapak dagang online dan menjalankan promosi untuk mendapatkan konsumen.
Hadirnya Covid-19, yang disusul dengan himbauan Physical Distancing, PSBB, hingga Lockdown, telah membentuk marketplace bergairah dan booming. Bisnis online yang booming telah menciptakan rantai bisnis di sektor lain bergairah. Seperti, bisnis pengiriman barang atau logistik, serta transportasi online pengantar barang pesanan.
Di sisi lain, masih banyak pula bisnis yang bakal booming akibat pergeseran pola konsumsi saat pandemi. Mulai dari bisnis asuransi, digital marketing, MLM, Webinar, cleaning services, peralatan medis, rumah sakit, dan transportasi online.
Bisnis jasa penyedia internet bakal booming, penyedia film-film dan video online juga bakal semakin moncer, ditambah lagi jasa pendidikan online, serta penyedia konferensi online pasti meroket. Semua bisnis tersebut juga bakal menggaet banyak tenaga kerja. Alhasil, masih banyak sisi yang selamat. Kuncinya, berada di lingkaran digital.
Banyak yang Menjalankan Survive Mode
Untuk menjaga cash flow, banyak bisnis yang menjalankan protokol survive mode. Survive mode yang dijalankan para pebisnis tentu mengikuti tren bisnis yang mendatangkan banyak keuntungan.
Bagi perusahaan yang memiliki banyak kapital, production switching secara cepat mengikuti kebutuhan yang sedang tren adalah hal yang gampang. Seperti Martha Tilaar Grup, untuk menghadapi dampak Covid-19, industri kecantikan ini beralih produksi hand sanitizer.
Es Teler 77 juga melakukan survive mode agar tetap bisa berlayar di tengah badai Corona. Protokol survive mode yang dijalankan ada beberapa variabel. Mulai dari menyediakan frozen food, serta makanan siap masak. Untuk memanjakan konsumen, Es Teler 77 juga menawarkan pola take away dan layanan siap antar.
Pola-pola survive mode setiap bisnis tentu berbeda, namun tujuan utamanya sama yaitu mengamankan cash flow. Tidak semua survive mode bertumpu pada production switching dan mengubah pola distribusi atau layanan. Ada variabel lain yang pas untuk survive mode, seperti beralih pasar online hingga membangun gimmick baru.
Tak Pantas Berpangku Tangan
Suhu ekonomi yang buruk sudah terjadi berulang-ulang. Mc Cann-Ericson, pimpinan perusahaan periklanan yang dipakai Coke, pada tahun 80-an pernah mengatakan bahwa, ”Setelah dua kali resesi dalam sepuluh tahun terakhir ini, semua kegiatan pemasaran memang menjadi lebih serius dan keras.”
Supaya tetap bisa bertahan, menyesuiakan diri dengan suhu ekonomi yang buruk adalah kunci. Kalau tidak bisa menyesuaikan diri dengan pasar yang berubah serta membangun starategi pemasaran yang cerdas, siap-siap terlempar dari pasar.
Tahun 80-an saja, pemasaran sudah serius dan keras. Apalagi sekarang, emm tambah kerass, serius, dan harus cerdas. Oleh karena itu, Anda harus membangun strategi bisnis baru untuk menghadapi kenormalan baru. Berikut tipsnya :
1. Jangan berpikir pandemi berakhir. Bayangkan pandemi ini terus hadir, supaya kita tidak lembek dan fatalis. Mulai lakukan banyak rencana rinci dan aksi supaya kita bisa bertahan.
2. Bisnis yang terpuruk harus cari survival mode agar bisa kembali bangkit. Bagi yang memiliki kapital besar, fokus alokasikan modal untuk membangun bisnis yang sedang trending dan menguntungkan.
3. Pendekatan marketing bagi bisnis yang sedang booming ialah soft selling. Pendekatan hard selling juga boleh, namun jangan terlalu sering.
4. Up grade soft skill marketing. Mulai belajar tools marketing online, mulai dari SEO, Facebook Ads, Instagram Ads, dan Google Ads.
5. Pasang banyak lapak online. Bangun lapak jualan online di media sosial dan semua marketplace. Mulai dari Tokopedia, Bukalapak, hingga Shopee. Bahkan kalau perlu, bangun E-Commerce sendiri, untuk menjual produk Anda.
6. Bantu mereka yang harus dibantu. peduli dan berbagi adalah kunci agar tetap bisa bertahan.
Everything is changing; a new system is coming!
Semoga bermanfaat