Pengertian Peraturan Pemerintah Adalah Alat Pengawal Undang Undang

[vc_row][vc_column][vc_single_image image=”6941″ img_size=”full” alignment=”center”][vc_column_text]

Pengertian Peraturan Pemerintah – Dalam menyelenggarakan pemerintahannya, Pemerintah Republik Indonesia perlu memiliki peraturan yang berlandaskan pada undang undang yang bertugas sebagai pengawal pelaksanaan undang undang. Peraturan yang mendukung Undang Undang tersebut disebut sebagai Peraturan Pemerintah. Ada landasan hukum atas fungsi Peraturan Pemerintah adalah sebagai pengawal undang undang serta bagaimana peraturan ini disusun dan ditetapkan berdasarkan undang-undang.

Peraturan Pemerintah adalah Peraturan Perundang-undangan di Indonesia yang ditetapkan oleh Presiden guna menjalankan Undang-Undang sesuai dengan semestinya. Peraturan Pemerintah yang mana juga dikenal dengan PP ini menurut hierarkinya terletak berada di bawah Undang-Undang. Peraturan Pemerintah, sesuai dengan fungsinya, memuat materi untuk menjalankan Undang-Undang.

Jadi apabila diterjemahkan, Peraturan Pemerintah adalah alat pemerintah yang mana dikepalai oleh presiden guna menjalankan Undang Undang Negara Republik Indonesia. Hal itu sejalan dengan Undang Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan dimana didalamnya UU memberikan pedoman bahwa Peraturan Pemerintah sebagai aturan “organik” daripada Undang-Undang.

[/vc_column_text][vc_column_text]

Oleh karena itu, menurut hierarkinya antara Undang Undang dan Peraturan Pemerintah tidak boleh tumpang tindih apalagi bertolak belakang. Karena itulah Peraturan Pemerintah perlu diuji oleh DPR sebelum pada akhirnya Peraturan Pemerintah ini dapat diterapkan. Hal tersebut seringkali disebut dengan Lex Inferior derogat Lex Superior yang berarti bahwa asas penafsiran hukum yang menyatakan bahwa hukum yang tinggi (lex superior) mengesampingkan hukum yang rendah (lex inferior). Asas ini biasanya sebagai asas hierarki.

Hierarki tersebut dibuktikan dengan dukungan Pasal 7 ayat [1] UU 12/2011 sebagai dasar hukum dimana kita dapat ketahui bahwa dalam hierarkinya, kedudukan UU lebih tinggi dari PP. dan berikut jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan selengkapnya:

  1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
  2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
  3. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
  4. Peraturan Pemerintah;
  5. Peraturan Presiden;
  6. Peraturan Daerah Provinsi; dan
  7. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

Dan materi muatan PP menurut Pasal 12 UU 12/2011 yaitu: “Materi muatan Peraturan Pemerintah berisi materi untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya.” Hal tersebut juga disebutkan dalam penjelasan Pasal 12 UU 12/2011 bahwa:

“Yang dimaksud dengan “menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya” adalah penetapan Peraturan Pemerintah untuk melaksanakan perintah Undang-Undang atau untuk menjalankan Undang-Undang sepanjang diperlukan dengan tidak menyimpang dari materi yang diatur dalam Undang-Undang yang bersangkutan.”

[/vc_column_text][vc_column_text]

Namun, dalam buku berjudul Ilmu Perundang-Undangan Dasar-Dasar dan Pembentukannya, Maria Farida Indrati Soeprapto, berpendapat bahwa PP dapat menyelenggarakan pengaturan lebih lanjut ketentuan lain dalam UU yang mengatur meskipun tidak tegas-tegas menyebutnya.

Tambahnya, apabila suatu masalah di dalam suatu UU memerlukan pengaturan lebih lanjut, sedangkan di dalam ketentuannya tidak menyebutkan secara tegas-tegas untuk diatur dengan PP, maka PP dapat mengaturnya lebih lanjut sepanjang hal itu merupakan pelaksanaan lebih lanjut Undang-Undang tersebut (hal. 116).

Sesuai dengan bunyi penjelasan Pasal 12 UU 12/2011 yang menyatakan bahwa “penetapan Peraturan Pemerintah ….. untuk menjalankan Undang-Undang sepanjang diperlukan dengan tidak menyimpang dari materi yang diatur dalam Undang-Undang yang bersangkutan.”

Dengan demikian, berdasarkan hal-hal di atas dapat disimpulkan bahwa fungsi PP adalah menjalankan perintah UU, dan juga menyelenggarakan pengaturan lebih lanjut ketentuan lain dalam UU yang mengatur meskipun tidak tegas-tegas menyebutnya.

Oleh karena itu, Peraturan Pemerintah memiliki ciri atau karakteristik tersendiri yang membedakannya dengan peraturan perundang-perundangan lainnya. Karakteristik khas Peraturan pemerintah adalah sebagai berikut

  1. Peraturan tidak dapat dibentuk terlebih dahulu tanpa didahului pembentukan Undang-Undang yang menjadi Induknya.
  2. Peraturan tidak dapat mencantumkan sanksi Pidana apabila Undang-Undang yang menjadi induknya tidak menentukan demikian.
  3. Peraturan di dalam ketentuannya tidak boleh menambah atau mengurangi ketentuan sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang yang bersangkutan
  4. Peraturan dapat dibentuk dalam rangka menjalankan atau menjabarkan undang-undang meskipun di dalam undang-undang yang menjadi induknya tidak diatur secara tegas keharusan untuk membentuk peraturan tersebut dalam rangka menjabarkan dan melaksanakan undang-undang yang dimaksud.

Namun, selain karakteristik peraturan pemerintah sebagaimana dimaksud diatas, ditemukan juga karakteristik lain yang dimiliki oleh jenis peraturan ini, yakni

  1. Hanyalah merupakan peraturan (regeling) atau
  2. Merupakan kombinasi antara peraturan dan penetapan (beschicking)

Karakteristik dari Peraturan Pemerintah tersebut juga menggaris bawahi perbedaaan antara Peraturan Pemerintah dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang dalam hal kegentingan atau mendesaknya peraturan pemerintahan tersebut.

[/vc_column_text][td_block_15 custom_title=””][vc_column_text]

Beberapa Contoh Peraturan Pemerintah Terbaru

Beberapa contoh Peraturan Pemerintah adalah sebagai berikut:

  1. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 27 tahun 2014 tentang pengelolaan barang milik Negara atau daerah.
  2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 38 tahun 2016 tentang tata cara tuntutan ganti rugi kerugian Negara terhadap pegawai negeri bukan bendahara atau pejabat lain.
  3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 48 tahun 2016 tentang Tata cara pengenaan sanksi administratif kepada pejabat pemerintahan.
  4. Peraturan pemerintah republik Indonesia nomor 22 tahun 2014 tentang Perubahan atas peraturan pemerintah nomor 41 tahun 2013 tentang barang kena pajak yang tergolong mewah berupa kendaraan bermotor yang dikenai pajak penjualan atas barang mewah.
  5. Peraturan pemerintah republik Indonesia nomor 18 tahun 2014 tentang Lembaga sensor film.

Peraturan Pemerintah tersebut telah diuji dan disidangkan sehingga sejak ditetapkan, Peraturan Pemerintah tersebut berlaku dan dilindungi oleh Undang Undang dalam pelaksanaannya.

[/vc_column_text][vc_column_text]

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang

Dalam kondisi tertentu atau yang mendesak, Peraturan Pemerintah dapat merubah hierarkinya. Perubahan hierarki dari Peraturan Pemerintah ini menjadikan letaknya sejajar dengan Undang Undang karena dianggap sebagai pengganti Undang Undang yang disingkat sebagai Perppu. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini juga ditetapkan oleh Presiden dan diuji oleh DPR.

Perpu ditandatangani oleh Presiden dan setelah diundangkan, Perppu kemudian selanjutnya harus diajukan ke DPR dalam persidangan yang mana ada dalam bentuk pengajuan RUU tentang Penetapan Perpu Menjadi Undang-Undang. Dalam rapat Pembahasan RUU tentang penetapan Perppu menjadi Undang-Undang tersebut, dilaksanakan melalui mekanisme yang serupa dengan pembahasan RUU.

Dalam rapat pengajuan ini, DPR berhak untuk memberikan dua jawaban yakni menolak atau menerima Perpu. Jawaban dari DPR ini penting guna pengesahan Peraturan Pemerintah.

Apabila Perpu tersebut dalam rapat ditolak DPR, maka Perpu tersebut kemudian harus segera dicabut dan harus dinyatakan tidak lagi berlaku. Setelah penolakan dari DPR, Presiden kemudian mengajukan RUU tentang Pencabutan Perpu tersebut yang mana RUU tersebut juga dapat mengatur akibat atau dampak dari penolakan Perpu tersebut.

Di sisi lain apabila Perpu diterima, maka Presiden beserta pemangku jabatan terkait akan segera melaksanakan Perpu tersebut. Apalagi Perpu tersebut memiliki sifat tenang ihwal kegentingan yang kemudian bersifat memaksa. Dari segi materi Perpu yang ada, materi muatan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang adalah sama dengan materi muatan Undang-Undang.

Istilah muatan materi perundang-undangan yang diajukan kepada DPR dalam persidangan pembahasan RUU tersebut itu sendiri pertama kali dicetuskan oleh A.Hamid S.Attamimi.

Istilah tersebut disampaikan dalam sebuah makalah hukum dan pembangunan pada edisi no.3 tahun ke-IX, Mei 1979. Istilah tersebut kemudian masuk dalam Pasal 8 Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004, yang mana dalam pasal tersebut mengatur materi muatan yang harus diatur dengan undang-undang dimana harus berisi:

  1. Mengatur lebih lanjut ketentuan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang meliputi:
  • Hak-hak asasi manusia;
  • Hak dan kewajiban warga negara;
  • Pelaksanaan dan penegakan kedaulatan negara serta pembagian kekuasaan negara;
  • Wilayah negara dan pembagian daerah;
  • Kewarganegaraan dan kependudukan;
  • Keuangan negara.
  1. Diperintahkan oleh suatu Undang-undang untuk diatur dengan Undang-undang. Sedangkan untuk materi muatan Peraturan Pemerintah Penganti Undang-undang harus sama dengan materi muatan undang-undang (Pasal 9 Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004). Pasal 10 sendiri menyatakan bahwa materi muatan Peraturan Pemerintah berisi materi untuk menjalankan undang-undang sebagaimana dengan mestinya.

Hal ini kemudian sesuai dengan tingkat hierarkinya, bahwa Peraturan Presiden berisi materi yang diperintahkan oleh undang-undang atau materi yang melaksanakan Peraturan Pemerintah (Pasal 11).

Mengenai Peraturan Derah dinyatakan dalam Pasal 12 bahwa materi muatan Peraturan Daerah adalah seluruh materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan, dan menampung kondisi khusus daerah serta penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi.

Materi muatan peraturan perundang-undangan juga mengandung asas-asas yang harus ada dalam sebuah peraturan perundang-undangan. Asas-asas suatu peraturan perundang-undangan, semakin rinci dan konkrit pula materi muatannya.

Kesemuanya itu mencerminkanadanya tingkatan-tingkatan tentang materi muatan peraturan perundang-undangan dimana undang-undang merupakan salah satu bentuk peraturan perundang-undangan yang paling luas jangkauannya.

[/vc_column_text][td_block_15 custom_title=”” category_id=”8″ sort=”jetpack_popular_2″ limit=”10″][vc_column_text]

Beberapa contoh Perppu yang telah diteken oleh Jokowi adalah sebagai berikut seperti yang dikutip dari situs berita nasional :

  1. Perppu KPK

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK). Perppu ini diteken oleh Presiden Jokowi pada 18 Februari 2015. Latar belakang penerbitan Perppu ini adalah karena kejadian genting atau mendesak yakni kejadian terjadi kekosongan pimpinan KPK yakni Abraham Samad dan Bambang Widjojanto ditetapkan sebagai tersangka oleh Bareskrim Polri.

  1. Perppu Kebiri

Pada Rabu 25 Mei 2016, Jokowi menandatangani peraturan pemerintah penggantian undang-undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Terbitnya Perppu ini didasarkan pada kejadian darurat kekerasan seksual terhadap Anak di Indonesia.

Dalam Perppu ini diatur mengenai pidana pemberatan, pidana tambahan, dan tindakan lain bagi pelaku. Presiden Jokowi menyatakan pemberatan pidana berupa tambahan pidana sepertiga dari ancaman penjara paling singkat 10 tahun dan paling lama 20 tahun. Selain itu, ancaman hukuman seumur hidup dan hukuman mati pun masuk ke pemberatan pidana.

Sedangkan untuk tambahan pidana alternatif yang diatur ialah pengumuman identitas pelaku, kebiri kimia, dan pemasangan alat deteksi elektronik. Presiden mengatakan penambahan pasal itu akan memberi ruang bagi hakim untuk memutuskan hukuman seberat-beratnya.

  1. Perppu Akses Informasi Pajak

Presiden Joko Widodo juga meneken Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan. Perppu tersebut diteken Jokowi pada 8 Mei 2017.

Perppu tersebut diterbitkan tidak dalam kejadian genting namun lebih kepada keadaan yang mendesak yakni dibuat untuk memenuhi komitmen Indonesia dalam pertukaran informasi keuangan secara otomatis (Automatic Exchange of Information/AEoI) dan harus segera membentuk peraturan perundang-undangan setingkat undang-undang mengenai akses informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan.

Perppu yang terdiri dari sepuluh pasal tersebut mengatur wewenang pemerintah dalam hal ini Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Kementerian Keuangan untuk melihat laporan yang berisi informasi keuangan nasabah untuk kepentingan perpajakan.

  1. Perppu Ormas

Perppu Ormas diteken Presiden Jokowi pada 10 Juli 2017 dimana Perppu ini pun menuai pro dan kontra. Alasannya, Menkopulhukan mengemukan sejumlah alasan terbitnya Perppu Ormas ini. Di antaranya. UU No. 17 Tahun 2013 tidak merumuskan secara detail mengenai ajaran-ajaran yang bertentangan dengan ideologi Pancasila dan UUD 1945. Perppu dikeluarkan karena keadaan yang membutuhkan atau mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum secara cepat.

Dengan demikian jelas perbedaan latar belakang serta lanasan antara penyususnan Peraturan Pemerintah dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang. Perppu ini juga dianggap sebagai jawaban atas perkembangan jaman yang mungkin belum tercantum dalam Undang Undang namun tetap dapat berkaitan dengan Undang Undang.

[/vc_column_text][vc_separator][vc_column_text]
Fungsi Peraturan Pemerintah

Dalam pemerintahan, Peraturan Pemerintah memiliki peranan penting dalam pelaksanaan Undang Undang. Dalam pelaksanaan tersebut, fungsi Peraturan Pemerintah adalah sebagai berikut:

  1. Pengaturan lebih lanjut ketentuan dalam undang-undang yang tegas-tegas menyebutnya;
  2. Penyelenggarakan pengaturan lebih lanjut, ketentuan lain dalam undang-undang yang mengatur meskipun tidak tegas-tegas menyebutnya.

Dikuatkan melalui Undang Undang yang menjelaskan hierarki Peraturan Pemerintahan, Peraturan Pemerintah ini tidak dapat saling menolak satu sama lain karena letak Undang Undang yang lebih tinggi. Dan apabila saling bertolak belakang, maka artinya fungsi Peraturan Pemerintah pada poin a dan juga poin b menjadi gagal karena tidak memiliki landasan UU.

Dari situlah, fungsi Peraturan Pemerintah diperkuat dengan Undang-Undang agar dapat melaksanakan fungsi dan tugasnya. Landasan yang melindungi dan mengawal terlaksananya Peraturan Pemerintah adalah sebagai berikut:

  1. Fungsi Peraturan Pemerintah adalah menyelenggarakan pengaturan lebih lanjut untuk melaksanakan perintah suatu UU.
  2. Landasan formal konstitusionalnya adalah Pasal 5 ayat (2) UUD 1945. Di samping itu kata “perintah” dimuat dalam Undang Undang Pasal 3 ayat (5) TAP MPR No. III/MPR/2000,”

Sedangkan Fungsi Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang pada dasarnya sama dengan fungsi dari undang-undang. Perbedaan keduanya terletak pada Pembuatnya, undang-undang dibuat oleh Presiden bersama-sama dengan DPR dalam keadaan normal sedangkan PERPU dibuat oleh Presiden.

Perbedaan dari fungsi lainnya adalah Undang-undang dibuat dalam suasana (keadaan) normal, dimana hal berbeda dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang yang dibuat dalam keadaan kegentingan yang memaksa. Oleh karena itu fungsi Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang adalah:

  1. Menyelenggarakan pengaturan lebih lanjut ketentuan dalam UndangUndang Dasar 1945 yang tegas-tegas menyebutnya
  2. Pengaturan lebih lanjut secara umum aturan dasar lainnya dalam Batang Tubuh UUD 1945
  3. Pengaturan lebih lanjut dalam ketetapan MPR yang tegas-tegas menyebutnya
  4. Pengaturan di bidang materi konstitus.

Syarat yang perlu digaris bawahi agar fungsi Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang adalah faktor kegentingan yang memaksa. Kegentingan yang memaksa ini ditimbang oleh DPR dalam rapat paripurna yang menghasilkan apakah nantinya Perppu ini nantinya akan berfungsi atau tidak, sama halnya dengan Peraturan Pemerintah.

[/vc_column_text][vc_separator][vc_column_text]
Proses Pembentukan Peraturan Pemerintah

Pembentukan Peraturan Pemerintah sangat Berbeda dengan tahapan pembentukan UU. Hanya saja perbedaan diantara keduanya tersebut ditemui dalam pembentukan Peraturan Pemerintahan (PP) namun tidak terdapat tahapan pembahasan sebagaimana mana ada dalam pembentukan UU. Hal yang sama juga terjadi dengan pada pembentukan Peraturan Presiden atau yang dikenal dengan Perpres dan hal itu terutama dikarenakan pembentukan Peraturan Pemerintah dan Peraturan Presiden tidak melibatkan DPR dan sepenuhnya menjadi kewenangan Pemerintah (Presiden).

Secara garis besar, pembentukan PP dan Perpres memiliki perbedaan lainnya dengan pembentukan UU, dimana dalam pembentukan PP dan Perpres tidak didahului dengan pembuatan dokumen nasakah akademik. Hal ini dapat dipahami, dimana PP dan Perpres adalah peraturan pelaksana dari UU dank arena isi dan materi muatan PP dan Perpres merupakan penjabaran lebih lanjut dari apa yang sudah dituangkan dalam UU dan karenanya pula apa yang menjadi nuasa pemikiran dalam naskah akademik pembentukan UU bersangkutan sekaligus menjiwai pembentukan PP dan Perpres.

Berdasarkan mekanisme yang sudah ditentukan UU pembentukan Peraturan Perundang-undangan, skema penyusunan, dan penetapan dan pengundangan Rancangan Peraturan Pemerintah adalah seperti skema Penyusunan, Penetapan dan Pengundangan Rencana Peraturan Pemerintah atau RPP.

  1. Pemrakarsa
  2. PAK
  3. Harmonisasi
  4. Penetapan Presiden, dimana disini Presiden menandatangani Peraturan Pemerintah
  5. Menteri Sekretaris Negara memberikan Nomor dan Tahun Peraturan Pemerintah
  6. Menteri Hukum dan HAM RI mengundangkan atau menandatangani naskah peraturan dan memberi nomor, LN/BN. TLN/BTN
  7. Penerbitan Lembaran Negara atau Berita Negara dalam Lembaran Lepas dimana waktunya adalah 14 hari sejak diundangkan

Proses diatas merupakan proses RPP yang mana kemudian dilanjutkan dengan langkah berikutnya. Tahap yang sangat penting setelah proses diatas adalah tahap penyebar luasan yang pada dasarnya merupakan tahapan yang ada dalam setiap pembentukan peraturan perundang-undangan . Hal ini sesuai dengan ketentuan  Pasal 88 ayat (1) UU 12/2011.

Pasal tersebut kemudian berubah setelah dimaknai oleh MK dalam putusan MK 92/2012 dimana berisi “Penyebarluasan dilakukan oleh DPR, DPD dan Pemerintah sejak Penyusunan Prolegnas, pembahasan RUU, hingga Pengundangan Undang-Undang,” hal tersebut dilakukan untuk, “memberikan informasi dan/atau memperoleh masukan masyarakat serta para pemangku kepentingan.”

Dengan memahami proses pembentukan Peraturan Pemerintah dan Peraturan Presiden  diatas, maka perlu untuk mengetahui dasar hukum Proses pembentukan UU, yakni.

  1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 21, Pasal 22 D ayat (1), dan Pasal 22 D ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
  2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan;
  3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah;
  4. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 87 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan;
  5. Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Nomor 1/DPR RI/TAHUN 2009 tentang Tata Tertib;
  6. Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2012 tentang Tata Cara Penyusunan Program Legislasi Nasional;
  7. Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2012 tentang Tata Cara Mempersiapkan Rancangan Undang-Undang;
  8. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 92/PUU-X/2012 tentang Pengujian Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

Ketentuan-ketentuan diatas tersebut tidak terlepas dari pembentukan suatu Peraturan Pemerintah dan Peraturan Presiden yang meskipun sejumlah peraturan perundang yang dikemukakan di atas disebutkan sebagai dasar hukum proses pembentukan UU.

Proses pembahasan PERPU apakah nantinya disetujui atau ditolak, dilakukan oleh DPR melalui rapat paripurna sebagaimana yang diatur dalam Pasal 52 ayat (4) dan ayat (5) UU 12/2011. Nantinya, DPR lah yang menentukan persetujuan atau penolakan suatu PERPU tersebut melalui keputusan rapat paripurna.

Dalam Pasal 272 Tata Tertib DPR mengenai Tata Cara Pengambilan Keputusan diatur bahwa pengambilan keputusan dalam rapat DPR pada dasarnya dilakukan dengan cara musyawarah untuk mufakat. Namun, dalam hal cara musyawarah untuk mufakat tidak terpenuhi, keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak. Begitupula saat pembahasan suatu PERPU, persetujuan atau penolakan PERPU itu dibuat dalam bentuk Keputusan Rapat Paripurna DPR.

Dalam hal PERPU tidak mendapat persetujuan DPR dalam rapat paripurna (ditolak), maka sebagai tindak lanjut dari dikeluarkannya Keputusan Rapat Paripurna DPR yang menolak PERPU yang bersangkutan, PERPU tersebut harus dicabut dan dinyatakan tidak berlaku (Pasal 52 ayat [5] UU 12/2011). Di sini kami perlu meluruskan istilah ‘membatalkan’ yang Anda gunakan. Mengacu pada pasal Pasal 52 ayat (5) UU 12/2011, maka istilah benar yang digunakan adalah mencabut dan menyatakan tidak berlaku.

Produk hukum yang dipakai sebagai bentuk penolakan terhadap suatu PERPU itu berpedoman pada Pasal 52 ayat (6) dan ayat (7) UU 12/2011 yang berbunyi:

(6) Dalam hal Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang harus dicabut dan harus dinyatakan tidak berlaku sebagaimana dimaksud pada ayat (5), DPR atau Presiden mengajukan Rancangan Undang-Undang tentang Pencabutan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang.

(7) Rancangan Undang-Undang tentang Pencabutan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang sebagaimana dimaksud pada ayat (6) mengatur segala akibat hukum dari pencabutan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang.

Dari pasal-pasal di atas, DPR atau Presidenlah yang mengajukan Rancangan Undang-Undang (“RUU”) tentang pencabutan PERPU. RUU yang diajukan itu juga mengatur segala akibat hukum dari pencabutan PERPU.

Salah satu contoh yang ada adalah pada UU No. 3 Tahun 2010 tentang Pencabutan PERPU No. 4 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (“UU 3/2010”). Dalam bagian konsiderans UU ini dikatakan bahwa PERPU No. 4 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (“PERPU 4/2009”) yang diajukan oleh Presiden.

PERPU tersebut tidak mendapatkan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam Rapat Paripurna pada 4 Maret 2010 lalu. Kemudian, sebagai hasil Presiden mengajukan RUU tentang pencabutan PERPU 4/2009. RUU tersebut disahkan dengan diterbitkannya UU 3/2010 yang mencabut dan menyatakan PERPU 4/2009 tidak lagi berlaku.

Dengan demikian, produk hukum yang dipakai untuk mencabut dan menyatakan tidak berlakunya PERPU yang ditolak oleh DPR adalah peraturan perundang-undangan yang setingkat dengan PERPU, yaitu Undang-Undang. Presiden atau DPR lah yang mengajukan RUU tentang Pencabutan PERPU yang ditolak oleh DPR tersebut.

Itulah penjelasan mengenai dan mengapa Peraturan Pemerintah adalah alat yang penting dalam mengawal pemerintahan serta dalam mengawal Undang Undang.

[/vc_column_text][/vc_column][/vc_row]