Usaha modal kecil – Bila sebelumnya saya sudah membahas potensi usaha modal kecil dengan mengolah kain perca menjadi souvenir boneka yang menawan, kini kembali saya akan mengulas ide yang hampir serupa. Jenis usaha kecil yang menguntungkan dengan membuat peralatan rumah tangga dari kayu limbah.
Industri perkayuan termasuk industri yang marak dalam 5 tahun terakhir. Berkembang cukup banyak pabrik-pabrik baru dalam pengolahan kayu. Tentunya dengan adanya pabrik-pabrik baru ini, meningkatnya pula hasil limbah kayu sisa proses produksi.
Sayangnya karena kurang pengetahuan sisa-sisa kayu ini hanya terbuang begitu saja sebagai kayu bakar industri macam pabrik tahu atau pabrik genteng hingga rumah tangga.
Padahal dengan sedikit kreatifitas, kayu limbah ini bisa menjadi produk ekspor dengan nilai ekonomis yang tidak kecil.
Kisah berikut ini mungkin bisa menjadi inspirasi Anda untuk mencoba menemukan ide kreatif dalam mengolah produk limbah menjadi sesuatu yang bernilai lebih.
Pasalnya dengan status sebagai barang sisa, kayu-kayu yang masih potensial ini bisa jadi akan Anda dapatkan dengan harga ekstra miring atau malah gratis.
Kisah sukses dari jenis usaha kecil yang menguntungkan dari limbah kayu ini berawal dari tahun 1997. Kala itu, keluarga seorang bapak muda bernama Supangat sangat minim.
Supangat sebagai kepala keluarga hanya mengandalkan pekerjaan serabutan dan sang istri hanya berjualan sayur ala kadarnya di pasar kota TulungAgung Jawa Timur.
Sedikit titik cerah muncul kala adik dari Supangat menitipkan beberapa centong nasi dari kayu untuk dijualkan istri Supangat di pasar. Ternyata sambutan para pengunjung pasar untuk centong nasi kayu buatan sang adik cukup baik, malah kala itu sang istri cukup terkenal sebagai penjual centong kayu.
Sayangnya, sang adik terus menerus menaikan harga dasar, mau tidak mau bagian hasil untuk keuntungan keluarga Supangat menjadi menurun. Akhirnya sang istri menghentikan penjualan centong kayunya ini.
Hanya saja ternyata nama sang istri di pasar terlanjur melekat sebagai penjual centong kayu. Meski sudah tidak berjualan, masih saja banyak pembeli yang menanyakan perihal centong kayu.
Melihat ini, Supangat merasa saying bila kesempatan ini tidak beliau manfaatkan. Maka dengan modal sedikit belajar, Supangat membuat sendiri centong kayu dengan menggunakan limbah pinus dari pabrik korek yang tak jauh dari rumahnya. Sayangnya karakter kayu pinus yang lunak membuat banyak pembeli yang kecewa.
Supangat kemudian berburu kayu jenis lain yang lebih tepat. Tidak jauh dari tempatnya tinggal juga terdapat sebuah usaha pembuatan plafon dari kayu sonokeling.
Penampakan kayu sonokeling yang tampak lebih tua dengan semburat kemerahan dan garis-garis guratan hitam yang jelas dan tegas membuat tampilan kayu nampak klasik.
Jadilah limbah kayu sonokeling sisa produksi plafon beliau pilih sebagai centong kayu buatannya. Corak dan warna tegasnya membuat para konsumen lebih menyukai centong kayu buatannya.
Kesannya memang tampak lebih klasik dan kokoh. Dengan harga kisaran 5 ribu perbuah, ternyata produk centong unik ini dengan cepat ludes di pasaran.
Dengan sambutan yang cukup baik, Supangat kemudian mengembangkan kayu limbah tadi menjadi beragam produk lain seperti spatula Teflon, sendok sayur, tatakan panas hingga sendok dan garpu hiasan dinding.
Untuk memasarkan produknya, Supangat nampaknya masih belum puas bila hanya dengan cara dijual dipasar. Maka Supangat mendekati toko-toko souvenir marmer yang banyak bertebaran di kotanya untu mendapatkan tempat display untuk produk buatannya.
Ternyata ide ini mendatangkan pasar yang cukup besar untuk usaha Supangat ini. Beliau kini tidak hanya kebanjiran pesanan dari sekedar konsumen rumah tangga. Tetapi juga mendapat pesanan untuk souvenir pernikahan hingga souvenir oleh-oleh.
Tidak jarang Supangat harus menerima pesanan dari luar Jawa seperti Kalimantan, Sulawesi hingga ke Malaysia dan Brunei.
Supangat sampai-sampai tidak pernah memiliki stok di rumah. Setiap produk yang dia buat dalam sekejap habis terjual di pasar. Setiap hari beliau dan 11 karyawannya masih pula harus memenuhi permintaan yang terus membanjir dari pasar souvenir.
Tidak jarang Supangat terpaksa menolak pesanan karena keterbatasan kapasitas produksi. Pasalnya selain karena jumlah karyawan yang masih terbatas, Supangat belum menemukan suplai kayu sonokeling lain yang mampu menutupi kekurangan bahan baku yang saat ini dia hadapi.
Jadi bila Supangat berniat untuk menambah omsetnya yang kini sudah mencapai 70an juta perbulan, maka Supangat harus bisa menemukan lagi sumber baru lain untuk memenuhi kebutuhan suplai kayu sonokeling.
Sebuah jenis usaha kecil yang menguntungkan. Hanya dengan memproduksi barang remeh seperti centong dan spatula, kini Supangat mampu meningkatkan harkat keluarganya dan menyekolahkan ke 8 anak-anaknya. Bagaimana dengan Anda? Sudahkah Anda menemukan ide usaha kreatif Anda sendiri?